Kamis, 11 Desember 2008

SURAUMU RINDUKU

SURAUMU RINDUKU
: pro An

Hamiddin


ketika pagi mengendap dalam sekental kopi
kudengar nafirimu meruapkan melati
sementara, pada pucuk-pucuk tembakau
nafasmu bersembunyi

dulu, rumahmu adalah surau
tempatku mengaji dan berpuisi
pada pekat malam
wajahmu selalu rembulan

ketika sore menjemput senja di teras depan
di ufuk maghrib suara suraumu nampak parau
dari dalam kudengar ribuan kicau
tak hanya tutur kiai dan anggukan santri
tapi janji politisi yang berapi-api
sambil melepas sarung mereka sendiri

surauku
rayap usiamu semakin dewasa
bilik-bilikmu berubah warna
selain merah-putih
abu-abu, biru, kuning dan hijau juga lukisannya

surauku, surauku
rinduku telah rampung
kembalikan aku pada alifmu
meski hanya dengan basmalah
kau telah merenda silsilah dan sejarah

o, surauku
kemana burung-burung itu akan mengaji
jika lembaran-lembaran kitabmu tak hijau lagi

Malang, Juni 2008

BIARKAN MATAHARI BERLALU

BIARKAN MATAHARI BERLALU
hamiddin

di bawah pohon jambu
hujan mengasuh batu-batu

berlindung dari wajahmu
aku membasuh rindu

istriku, seperti awal tahun lalu
lembar-lembar melati di tubuhmu
kupungut dengan peluhku
dan aku tak akan bertanya: kenapa kau menemaniku?

hari ini, hujan memungut luka kemarau
ilalangpun rimbun di depan surau
di depan pintu kau selalu menungguku
dan hangat kopimu mengubur risauku

terima kasih istriku
biarkan matahari berlalu...

Malang, 11 Desember 2008

Rabu, 10 Desember 2008

akhirnya...



akhirnya...
kau hadir menemaniku
walau awal tangismu
diserap ilalang di musim kemarau
aku tetap mendengarnya anakku...

seikat do'a kubawa
dengan tangkai bahagia
"sekali hidup, hiduplah yang berarti" wahai anakku...
ini pesan kakekmu
kulanjutkan padamu...

(7 Oktober 2008) 09:20 WIB, sidayu