SURAUMU RINDUKU
: pro An…
Hamiddin
ketika pagi mengendap dalam sekental kopi
kudengar nafirimu meruapkan melati
sementara, pada pucuk-pucuk tembakau
nafasmu bersembunyi
dulu, rumahmu adalah surau
tempatku mengaji dan berpuisi
pada pekat malam
wajahmu selalu rembulan
ketika sore menjemput senja di teras depan
di ufuk maghrib suara suraumu nampak parau
dari dalam kudengar ribuan kicau
tak hanya tutur kiai dan anggukan santri
tapi janji politisi yang berapi-api
sambil melepas sarung mereka sendiri
surauku
rayap usiamu semakin dewasa
bilik-bilikmu berubah warna
selain merah-putih
abu-abu, biru, kuning dan hijau juga lukisannya
surauku, surauku
rinduku telah rampung
kembalikan aku pada alifmu
meski hanya dengan basmalah
kau telah merenda silsilah dan sejarah
o, surauku
kemana burung-burung itu akan mengaji
jika lembaran-lembaran kitabmu tak hijau lagi
Malang, Juni 2008
Kamis, 11 Desember 2008
BIARKAN MATAHARI BERLALU
BIARKAN MATAHARI BERLALU
hamiddin
di bawah pohon jambu
hujan mengasuh batu-batu
berlindung dari wajahmu
aku membasuh rindu
istriku, seperti awal tahun lalu
lembar-lembar melati di tubuhmu
kupungut dengan peluhku
dan aku tak akan bertanya: kenapa kau menemaniku?
hari ini, hujan memungut luka kemarau
ilalangpun rimbun di depan surau
di depan pintu kau selalu menungguku
dan hangat kopimu mengubur risauku
terima kasih istriku
biarkan matahari berlalu...
Malang, 11 Desember 2008
hamiddin
di bawah pohon jambu
hujan mengasuh batu-batu
berlindung dari wajahmu
aku membasuh rindu
istriku, seperti awal tahun lalu
lembar-lembar melati di tubuhmu
kupungut dengan peluhku
dan aku tak akan bertanya: kenapa kau menemaniku?
hari ini, hujan memungut luka kemarau
ilalangpun rimbun di depan surau
di depan pintu kau selalu menungguku
dan hangat kopimu mengubur risauku
terima kasih istriku
biarkan matahari berlalu...
Malang, 11 Desember 2008
Rabu, 10 Desember 2008
akhirnya...
Langganan:
Postingan (Atom)